Uncategorized

SPICE !

spice 2

Tittle : SPICE !
Author : Ndika Kei
Cast : – Choi Junhong ( B.A.P)
– Choi Eunchae ( OCS)
– Hwang Seul Ji (OCS)
Genre : angst?????
Length : One Shoot
Rating : PG 17
Summary :
Dalam permainan cinta, orang yang jatuh pertama adalah pecundang kan? – Spice, Kagamine Len-
Disclaimer : fic ini terinspirasi dari PV Vocaloid Kagamine Len Spice, tapi cerita murni buatanku sendiri. Yahh I know kalau cerita bertema Brother complex itu udah rada mainstream, tapi tak apa.. ngenesnya Kagamine Len telah membuat saya berkinginan membuat fic ini sih -_- capcuss deh 😀
Happy Reading \^.^/

Hari ini Junhong terdiam, melamun memandangi kakaknya yang tetap terlihat menarik dengan balutan seragam sekolahnya. Tubuhnya tidak seramping Kim Hyuna, gadis impian para lelaki, ia juga tak secantik Yoona SNSD, tapi kakaknya cukup manis untuk bisa disandingkan dengan 2 gadis tadi. Junhong berani bertaruh kalau senyum kakaknya adalah senyum yang paling indah diantara bunga – bunga mekar di musim semi. Tapi sayangnya, ia adalah kakaknya.
“Junhong kau mau selai apa?” Eunchae sang kakak mengambil selapis roti untuk Junhong yang terkejut karena lamunannya terpecah sudah. Eunchae terkikik pelan begitu sadar Junhong baru saja melamun.
“hey~ ini masih pagi, apa yang kau lamunkan?” Junhong tersenyum miring, menyembunyikan kebenaran bahwa Eunchae lah yang tengah ia pikirkan.
“kurasa aku mau kacang Chae” jawab Junhong mengabaikan pertanyaan kedua. Untunglah Eunchae juga tak berniat membahasnya, jadi ia hanya fokus pada roti selai kacang Junhong dan memberikannya pada Junhong yang kelaparan.
“semalam kau pulang malam lagi Junhong-ah?” itu sang ibu yang membuatkan suaminya roti selai juga.
Junhong terdiam untuk beberapa saat, bola matanya berputar seolah mencari alasan. Kali ini keluarganya tak boleh tahu kenapa ia pulang malam lagi, bagaimana pun tidak! Junhong bisa saja di gantung kalau keluarganya sampai tahu. Dan sayangnya, Eunchae menyadari ada hal yangia sembunyikan. Setidaknya Eunchae sudah hidup bersama Junhong selama 18 tahun lebih, ia hafal bagaimana anak itu berbohong.
“ahh i-iya..aku..aku.” Junhong tergagap, tak mengerti bagaimana ia harus berbohong. Junhong tak mungkin berbohong dengan mengatakan ia keasyikan bermain skate dengan Jungkook, atau ke gamenet dengan Sangwon.
“ya! Kenapa kau jadi gagap begitu sih? Memang apa susahnya bilang kau menyelesaikan tugas liburanmu di rumah Jongup? Eoh?!” sela Eunchae cepat. Gadis itu tak benar – benar tahu alasan Junhong pulang malam, tetapi melihat raut wajah Junhong yang gusar membuat Eunchae harus berbohong.
“iya, aku kerumah Jongup sampai malam. Hehehe” jawab Junhong sembari tangannya menggaruk tengkuknya yang sama sekali tak gatal.
Junhong melirik ke arah Eunchae yang asyik dengan roti selainya, ia selalu merasa beruntung memiliki kakak seperti Eunchae. Seringnya, Eunchae menutupi semua kesalahan Junhong yang bahkan Eunchae tak tahu sebabnya. Sama seperti hari ini. Cukup menyenangkan memiliki Eunchae yang mau melindunginya tanpa mau peduli dengan apa yang terjadi sebenarnya, meskipun terkadang menyakitkan.
“lain kali telpon dulu kalau kau mau pulang malam, ayah kan bisa menjemputmu” kata sang ayah yang hanya di sambut anggukan oleh Junhong.
“Jun, kurasa hari ini aku tidak ke sekolah bersamamu” ujar Eunchae sembari membalas pesan di ponselnya. Matanya berbinar saking senangnya, dan senyum favorit Junhong terukir manis di wajahnya tatkala ia membalas pesan. Junhong tak suka melihatnya! Ini pemandangan buruk!
“kenapa?”
“Youngjae ssaem bilang akan menjemputku” jawabnya senang dengan pipi yang merona yang membuatnya seolah memakai perona pipi. Junhong mendengus pelan, tak suka mendengarnya.
“Youngjae si guru amatir itu maksudmu?” tanya Junhong tak suka, Eunchae cemberut dengan pertanyaan Junhong lantas membenarkan kalimatnya.
“enak saja! dia itu guru yang hebat!! Waktu itu Kau bahkan kalah dalam pertandingan basket bersama dirinya!” ejek Eunchae, ayah dan ibunya tertawa saja melihat tingkah kedua anaknya yang lucu kalau sedang bertengkar. Junhong selalu saja mengerutcutkan bibirnya kalau ia kalah bicara dari Eunchae.
“pacarmu seorang guru chae? Seharusnya kau bawa dia kesini, kenalkan dia pada ayah dan ibu” Junhong makin merasa panas tatkala ibunya justru memberi lampu hijau pada Eunchae. Rasanya ia ingin meneriaki Eunchae dengan maki – makian, tapi apa gunanya? Toh kakaknya tak pernah tahu bagaimana Junhong sebenarnya.
“sayangnya kami belum pacaran,hiks..hiks” ujar Eunchae dengan suara tangis yang di buat – buat. Ibunya hanya tersenyum lalu memberi beberapa nasihat pada putrinya dan tiba – tiba Junhong menyela.
“yasudah, kalau begitu aku berangkat duluan” Junhong beranjak meninggalkan kursinya dan berlalu pergi setelah ia mengecup pipi sang ibu dan tangan sang ayah.
***
Derap langkahnya pelan, seolah malas untuk masuk ke kelas dan memulai rutinitasnya sebagai pelajar. Otaknya masih saja memikirkan Eunchae dan sederet percakapan pagi tadi, sejujurnya inilah alasan kenapa Junhong mendadak malas ke kelas. Rasanya semangatnya melayang di bawa elang jahat dan meninggalkan satu perasaan yang Junhong sebut dengan galau.
Dengan berat hati ia masuk ke kelas dengan langkah yang dibuat swag agar kegalauannya tak terlihat. Beberapa pasang mata sempat tertangkap oleh Junhong tengah menatapnya kagum. Junhong sadar itu, dan itu bukanlah hal yang baru baginya. Para gadis memang selalu bersikap berlebihan padanya. Kadang – kadang mereka juga membawakan bekal untuk Junhong. Tapi sama seperti hari ini, Junhong hanya tersenyum miring menanggapinya. Atau kadang – kadang jika Junhong ingin, ia akan memberikan fan service.
“Junhong!” ia menoleh dan mendapati Seul Ji menghampirinya dengan wajah kesal. Junhong tak menyahut, tapi matanya menyusuri lekuk tubuh Seul Ji dari bawah sampai atas. Di pikir – pikir, roknya semakin mini memperlihatkan paha kurus nan mulusnya. Junhong tersenyum aneh melihatnya.
“semalam kenapa kau meninggalkanku begitu saja?!” Junhong tahu pertanyaan semacam inilah yang akan Seul Ji tanyakan padanya. Ya, Seul Ji tentu kesal karena Junhong pergi begitu saja setelah mereka melakukan ini dan itu di apartemen Seul Ji semalam. Junhong mendengus seolah pergi begitu saja adalah hal yang lumrah untuk dilakukan.
“memang kenapa? akukan masih punya rumah” jawab Junhong enteng, Seul Ji mendengus kesal lantas duduk di meja milik Junhong, kakinya sengaja disilangkan di hadapan Junhong.
“huftt.. apa kau tak akan minta maaf padaku?” tanya Seul Ji meraih tangan Junhong lantas meletakkannya di atas pahanya membiarkan Junhong memberikan sentuhan di sana. Kedua matanya menatap Junhong dalam seolah menuntun Junhong untuk segera melakukannya, bibirnya yang baru saja akan mendekat saat Junhong tiba – tiba mendengus kesal.
“moodku sedang buruk, menyingkirlah” jauh dari perkiraan Seul Ji yang ia pikir Junhong akan tertarik dengan tubuhnya, Junhong justru menatapnya datar dan menarik tangannya dari genggaman Seul Ji. Gadis itu terpaksa menurut, menyingkir setelah Junhong menyuruhnya karena ia takut akan kemarahan Junhong.
Junhong beranjak dari tempatnya, melangkah menuju tempat mencuci wajah yang berada di sisi gedung sekolahnya. Tempat ini cukup sepi seperti yang ia harapkan. Biasanya ia selalu kemari kalau moodnya buruk, sekedar membasuh wajahnya dan melamun di sana selama beberapa menit.
Junhong menyalakan kran airnya, membiarkan air mengalir bebas dan terbuang sia – sia. Junhong kembali terdiam, hanya memandang air yang terjun bebas dari kran. Niatnya untuk membasuh wajah hilang entah kemana, rasanya ia ingin melamun saja saat ini. Menyelami kesedihannya yang ia pendam sendiri.
Junhong bahkan sadar ini aneh dan tak wajar. Tapi perasaan itu datang begitu saja tanpa ia menginginkannya. Tiba – tiba saja Junhong marah kalau pria lain mendekati Eunchae, tiba – tiba saja Junhong kesal kalau Eunchae membicarakan pria lain, tiba – tiba saja ia ingin menyentuh bibirnya kalau Eunchae tengah tersenyum, atau memeluknya kala Eunchae menangis. Semua datang begitu tiba – tiba saat Junhong tak memiliki persiapan untuk menghadapi sakitnya jatuh cinta. Mungkin benar kata mitos, bahwa sepasang kembar membawa jodohnya sejak lahir.
Junhong mendesah pelan lantas mencuci tangannya dengan perasaan yang masih kacau, detik – detik berikutnya ia basuh wajah kusutnya dan berharap moodnya yang buruk akan pergi tersapu oleh aliran air dan hati juga pikirannya kembali segar seperti air.
“oppa belum menyatakan perasaanmu padaku, mana mau aku kencan dengan oppa”
“jadi aku harus menyatakan perasaanku dulu?”
“tentu saja! >.<”
Junhong menoleh saat dia merasa mendengar suara kakaknya dengan seorang pria. Ya, itu memang Eunchae dengan guru IPAnya yang berjalan menuju tempat Junhong berdiri sekarang. Junhong mundur beberapa langkah, bersembunyi di balik tembok sekolahnya. Ia ingin tahu apa yang mereka bicarakan dan apa yang akan terjadi setelah ini. Apa beberapa detik ke depan Eunchae akan menjadi kekasih Youngjae, gurunyasendiri? Apa hatinya akan lebih remuk setelah itu?
“dasar wanita! Ini bukan waktu yang pas untuk aku menyatakan perasaanku pada tuan putriku”
“memang kapan waktu yang pas?” Eunchae cemberut merasa kecewa dengan pernyataan Youngjae.
Padahal baginya tempat dan waktu bukanlah masalah, asal Youngjae benar – benar mencintainya ia tak apa jika hari jadinya di tempat paling jelek sekali pun. Tapi sayangnya Youngjae memiliki rencana sendiri yang terpaksa membuat Eunchae harus menunggu. Dan itu cukup membuat Eunchae kesal.
“aku ingin yang special untuk orang yang special bagiku, jadi bersabarlah sedikit” ujar Youngjae, senyumnya terangkai manis di wajahnya dan jemari panjangnya mengacak pelan puncak kepala Eunchae membuat wajahnya merona malu.
Seharusnya Junhong pergi saja sejak tadi, ia menyesal melihat pemandangan paling buruk yang pernah ia lihat. Sekarang ia harus bagiaimana? Moodnya semakin buruk sekarang, dan ia rasa ia butuh pelampiasan.
***
From : My Chaegom
Junhong, kau dimana? Hari ini ayah dan ibu pergi, jangan pulang terlambat ya! ^^
Cepat pulang, aku takut sendirian T_T

Seul Ji menarik tangan Junhong tak sabar tatkala kecepatan langkah pemuda itu berkurang semenjak pesan itu datang. Seul Ji tak tahu pasti apa dan dari siapa pesan itu, tapi itu cukup membuatnya kesal. Gadis itu pikir itu sebuah pesan dari orang yang special karena Junhong terus tersenyum sedangkan faktanya ia dalam mood yang begitu buruk. Mungkin hari ini Junhong akan meninggalkannya lagi.
“Seul Ji!” seru Junhong senang, gadis itu terpaksa menghentikan langkahnya dan berbalik menatap Junhong yang kini wajahnya nampak berseri.
“kenapa?”
“hari ini aku tidak akan bermain denganmu” Seul Ji terperanga mendengarnya, diam – diam ia kecewa dengan pernyataan Junhong. Ia bahkan masih ingat siang tadi mereka membuat janji untuk bermain, tapi sekarang Junhong mengingkarinya? Tidak adil!
“apa?!” kaget Seul Ji, jelas ia tak terima. Seharusnya hari ini Junhong miliknya, tapi seseorang justru merebutnya begitu saja. Tapi Seul Ji bisa apa? Ia bahkan lemah dan terpaksa mengalah kalau melihat Junhong mengedip – ngedipkan matanya dengan wajah memelas. Wajahnya mirip anak anjing yang minta dikasihani, lucu dan menggemaskan.
“Eunchae ingin aku pulang cepat, aku tak tega membiarkan dia dirumah sendiran, aku harus menemaninya” jelas Junhong berusaha meyakinkan Seul Ji.
“aishhhtt! Eunchae kan sudah besar untuk apa ditemani?” tanya Seul Ji tak suka dengan tangan yang terlipat di depan dadanya.
“akhir – akhir terjadi pencurian di kompleksku, aku takut dia kenapa – kenapa. Habisnya Eunchae tidak pandai taekwondo sepertiku sih, dia juga penakut. Aku mengkhawatirkannya” ujar Junhong beralasan. Gayanya dramatis seperti aktor yang mencoba menutupi kebohongannya. Sebenarnya kawasan kompleksnya aman – aman saja, dan seharusnya Junhong tak perlu mengkhwatirkannya kecuali ia ingin memanfaatkan waktunya dengan Eunchae. Hanya dengan Eunchae! Berdua saja!
“terserahmulah” Junhong tersenyum bangga pada aktingnya yang berhasil mengelabuhi Seul Ji. Detik berikutnya Junhong hendak berbalik dan meninggalkan Seul Ji tapi entah karena apa Seul Ji justru menahan Junhong dengan meraih tangannya. Junhong berbalik.
“ada apa?”
“apa tidak ada kecupan sebagai gantinya?” Junhong tak merespon kecuali manik matanya yang memandang Seul Ji, gadis itu mulai bertingkah genit dan jujur saja Junhong tak menyukainya.
Merasa diabaikan, Seul Ji maju selangkah mendekati Junhong, memandang wajah Junhong sebentar lalu turun memandangi bibir tipisnya. Tangan kirinya maju menangkup sebelah pipinya, lantas jemarinya memainkan bibir Junhong yang semalam telah ia rasakan. Junhong tak merespon tapi juga tak menghindarinya. Junhong pikir Seul Ji berhak mendapatkannya karena ia telah membatalkan janjinya secara sepihak.
“kau ingin?” tanya Junhong retoris sembari menghentikan permainan jari Seul Ji di bibirnya. Junhong tersenyum miring, mengoda Seul Ji untuk segera menyentuh bibirnya. Merasa diberikan ijin oleh pemiliknya Seul Ji memajukan wajahnya, menghapus jarak dan mencium bibir Junhong. Memainkannya perlahan dan menuntun Junhong untuk membalasnya dengan melingkarkan tangannya di pinggang Seul Ji. Tentu saja Junhong menurutinya, bibirnya kini juga ikut bergerak menyesuaikan irama permainan Seul Ji. Sesekali ia menggigit kecil bibir Seul Ji lalu kembali menciumnya lembut, hal itu terulang beberapa kali sampai Seul Ji mendesah kesakitan dan membuka sedikit bibirnya seolah mengundang Junhong untuk melakukannya lebih dari sekedar ciuman. Tiba – tiba saja Seul Ji menjulurkan lidahnya di tengah – tengah ciuman mereka, Junhong mengerti apa yang seharusnya dia lakukan, tapi alih alih membuka mulutnya Junhong justru menggigit lidah Seul Ji pelan lalu mengulumnya sesuka hatinya. Memainkan lidah Seul Ji di dalam mulutnya sampai wajah mereka benar – benar dekat dan Seul Ji mendesah kesakitan untuk kesekian kalinya.
“ibu mereka sedang apa?” salahkan Junhong dan Seul Ji yang berciuman di tempat umum kalau tiba – tiba manik bening siswa sekolah TK ternodai dengan adegan kelewat mesra di depannya. Sang ibu yang ikutan kaget nyaris tak tahu harus berbuat apa kecuali menutup mata putranya lalu membentak kesal.
“YA!!!” terlalu terkejut lantaran bentakan tadi begitu memekakkan telinga, Seul Ji dengan cepat melepas ciumannya.
“APA KALIAN TIDAK TAHU SOPAN SANTUN?!! AKU TAHU KALIAN MASIH MUDA!! TAPI AKU BENAR – BENAR TIDAK TAHU KALAU MORAL KALIAN BURUK!! LAIN KALI LAKUKAN DI TEMPAT YANG LEBIH RAMAI !!!” kesal sang ibu yang cukup membuat Seul Ji ketakutan, salahnya juga terburu – terburu menuruti nafsunya.
“ma-maafkan kami” Seul Ji membungkuk yang justru di sambut dengan dengusan sang ibu gegara Junhong yang bersikap biasa saja seolah yang baru saja ia lakukan adalah hal yang seharusnya di maklumi. Kedua tangannya di sembunyikan di kedua saku celananya menunjukkan bahwa ia tak peduli pada masalah yang ia buat bersama Seul Ji.
“kita pergi saja!” dan kejadian hari ini berakhir begitu mengejutkan bagi sang ibu ketika Junhong menarik Seul Ji pergi. Ibu tersebut mendengus kesal lantas mencibir sejoli tersebut. Ia tak pernah menyangka anak muda jaman sekarang begitu jauh dari sopan santun.
“aku berharap anakku tumbuh dengan benar” gumamnya lantas mengelus anak rambut putranya dan membawanya pergi dengan mulut yang masih terus menyumpahi 2 anak muda tak tahu tempat tadi.
***
Rumah nampak begitu sepi nan lenggang sebelum Junhong datang dan memenuhi ruang tamu dengan ranselnya yang di lempar asal lalu jaket dan almamaternya yang ia letakkan tidak pada tempatnya. Eunchae sudah meneriaki Junhong beberapa kali untuk membereskannya, tapi Junhong pura – pura tuli supaya Eunchae membereskan barang – barangnya dan ia tinggal bersantai. Sayangnya Junhong selalu bisa membuat Eunchae mengalah untuk dirinya.
Junhong tersenyum senang lantaran berhasil menjahili kakaknya. Dan saat Eunchae berjalan ke arahnya setelah ia membereskan barang – barang Junhong, ia ingin tertawa rasanya melihat wajah kesal Eunchae. Pipinya digembungkan dan bibirnya mengerucut, Eunchae kesal tapi bagi Junhong wajahnya nampak seperti ia sedang berusaha berpose aegyo. Lucu.
“Chae, aku belum melepas sepatuku” gumam Junhong sembari meraih remote tv di sebelahnya. Menekan tombol power lalu mencari acara yang menarik.
“aku bukan pelanyanmu!” jawab Eunchae dengan kaki yang di silangkan dan tangan yang bersedekap di depan dada.
“tapi aku adikmu, bantu aku melepas sepatuku” rengeknya manja. Entah apa yang dipikirkan Junhong saat ini, tapi melihat Eunchae rasanya ia ingin terus menjahilinya.
Ngomong – ngomong, Junhong rindu menjahili Eunchae, rindu membuatnya kesal lalu beberapa menit kemudian membuat Eunchae tertawa dan menggelitikinya. Semenjak mereka masuk SMA, hal – hal yang biasanya mereka lakukan menjadi hal yang sulit. Eunchae selalu sibuk pada club menulisnya, dan Eunchae seperti tak pernah memeliki waktu untuk Junhong, sedangkan pemuda yang mengecat rambunya menjadi silver itu terus merindukan Eunchae.
Tapi Junhong cukup beruntung, karena akhir – akhir ini Tuhan mengembalikan waktu Eunchae untuknya. Akhir – akhir ini mereka sering sekali ngobrol karena liburan membuat Eunchae terbebas dari tugas – tugas sekolah. Tapi tiba – tiba saja pria itu datang dan merebut Eunchae darinya. Menyebalkan!
“cepatlah~” Junhong melirik ke arah kakinya yang ia goyang – goyangkan, menuntut Eunchae untuk segera melepaskan sepatunya.
Bodohnya, Eunchae tak pernah mengerti kenapa ia tak pernah bisa menolak perintah Junhong. Eunchae itu kakak kembar Junhong, bagaimana bisa ia justru yang di perbudak? Seorang kakak harusnya di hargai, tapi hanya karena mereka seusia, Junhong selalu mengambil tempatnya seolah dialah kakak dan Eunchae adalah adiknya. Eunchae menurut, membungkuk di hadapan Junhong sambil mencibirnya.
“hati – hati, itu sepatu mahal” Junhong meringis senang tatkala Eunchae benar – benar menurutinya dan melepas sepatu seperti kaus kaki yang baunya mirip udang busuk yang di jemur. Bercanda, kaus kaki Junhong tak sebau itu.
“kau pikir aku ini pelayanmu ya?”
“siapa suruh menurutiku”
Eunchae diam, merasa kalah dengan apa yang dikatakan Junhong. Manik matanya menatap Junhong kesal, rasanya kalau Eunchae punya cakar ia ingin mencakarnya hidup – hidup lalu menendang menuju sungai Han. Sayangnya mereka tinggal di Gwangju -_-
Kali ini Junhong terkikik melihat wajah Eunchae yang kesal. Ahh bagaimanapun dia tetap lucu, batin Junhong. Di balasnya tatapan Eunchae dengan pandangan yang lebih lembut. Bukan pandangan yang akan membuat Eunchae tergoda, tapi tatapan Junhong kali dalam. Bukan sekedar tatapan seperti ia menatap Seul Ji. Ini berbeda! Sorot matanya teduh dan tenang. Semua perasaannya ada di sana, tapi tak pernah terbaca oleh Eunchae.
“kenapa menatapku seperti itu?”
Junhong tak langsung menjawabnya, rasanya posisinya begitu nyaman sampai ia ingin menatap Eunchae lebih lama lagi. Eunchae sampai harus mengulang pertanyaan untuk yang kedua kalinya karena Junhong tetap bergeming.
“apa kau benar – benar kakakku?” tanya Junhong aneh yang berhasil membuat Eunchae bingung setengah mampus. Ada apa dengan adiknya ini? Apa pagi tadi ia salah makan atau ia terbentur sesuatu sampai amnesia begini? Orang – orang bahkan sudah tahu mereka adalah saudara kembar yang mana Eunchae adalah kakaknya. Kenapa harus ada pertanyaan seperti itu?. Junhong bodoh!
“seharusnya kau jadi tetanggaku atau temanku saja” keluh Junhong. Eunchae mengernyit makin tak mengerti dengan apa yang Junhong katakan.
“ketimbang jadi kakakku” sambung Junhong. Dan binggo! Eunchae mengerti sekarang.
“APA?!! JADI KAU BERHARAP AKU TIDAK PERNAH TERLAHIR?!!!” teriaknya kesal sembari memukul kepala Junhong dengan sepatunya.
“y-ya! Bukan itu aduh! Maksudku, auw! Y-ya! Hentikan bodoh! aduh sakit!”
“LALU APA MAKSUDMU? EOH?!! BILANG SAJA KAU KESAL DENGANKU?!!”
“maksudku adalah auw! Y-ya hentikan dulu! Aduh! Y-ya aku auw! Menyukaimu!!”
“apa?!” tangannya berhenti bergerak membuat Junhong lega ketika sepatunya turun dengan dramatis dari genggaman Eunchae. Sama halnya dengan jantung Junhong yang rasanya ikut turun sampai ke dasar perutnya.
Sekarang Junhong harus bagaiamana? Apakah ini waktu yang tepat untuk mengaku akan perasaan terlarangnya.
“kau bilang apa tadi?” Junhong mengalihkan wajahnya, merasa bingung menghadapi kecerobohannya.
“kau menyukaiku?”
“eum.. itu.. eum y-y-ya, aku menyukaimu!”
Hening, tak ada suara kecuali jangkrik yang mulai bernyanyi. Jantung Junhong memompa cepat sekarang, takut sesuatu yang buruk akan terjadi. Misalnya, Eunchae marah lalu menjauhinya. Sebenarnya, itu adalah alasan kenapa ia menyembunyikan perasaannya. Tapi setidaknya, sekarang Eunchae tahu Junhong menyukainya.
Tapi tiba – tiba…
“hahahah aktingmu makin bagus Jun, sudah ku bilang harusnya kau masuk club drama saja!” seru Eunchae dengan tawanya yang renyah dan tangannya mengacak puncak kepala Junhong. Ohh jadi Eunchae sudah salah mengira ya? Dengan mengatakan bahwa ini adalah akting yang memukau. Bahkan sampai detik ini pun, perasaan Junhong tak pernah bisa tersampaikan.
“eh tapi aktingku tidak kalah keren kan?! Huwaaa!! Pasti keren sekali kalau kau dan aku jadi bintang film>.<” seru Eunchae senang, khayalannya melalang buana membayangkan dirinya dan Junhong berjalan melewati karpet merah dan memenangkan berbagai penghargaan atas aktingnya.
Junhong mendesah pelan, ia harusnya sadar Eunchae tak akan pernah menyadari perasaannya.
“sudahlah aku lapar, kubuatkan ramen instan untukmu ya!” seru Eunchae lagi lantas meninggalkan Junhong ke arah dapur sembari bersenandung.
Junhong masih menatapnya, rasanya sakit juga melihat Eunchae begitu bodoh. Ia tahu perasaan yang ia miliki itu terlarang, tapi apa salah kalau ia ingin menyampaikannya? Pojok hatinya bahkan berdarah mengingat Eunchae yang begitu dekat dengannya tapi tak bisa ia gapai.
Baginya Eunchae adalah bintang yang menemani sang bulan, kehadirannya memperindah malam yang gelap nan kelam namun, sayangnya bintang tak selamanya menemani sang bulan. Mungkin bintang tercipta untuk bulan, namun tak benar – benar tercipta untuk sang bulan. Bintang juga tercipta untuk makhluk Tuhan yang mengagumi keindahannya. Dan sayangnya, Junhong adalah sang bulan yang kosong sepi tanpa bintang. Hatinya semendung langit malam tanpa bintang kala Eunchae mematahkan hatinya berkali kali.<<<<author mainstream T.T
Junhong beranjak dari sofa, berniat ke kamar menenangkan hatinya yang berharap lebih. Kakinya mulai melangkah mengikuti langkah Eunchae, dan ketika Junhong tepat berada di sebelahnya tangannya meraih puncak kepala Eunchae dan mengacak pelan, bibir tersenyum tipis saat melakukannya. Sepersekian detik berikutnya, Junhong melangkah mendahului Eunchae yang bingung dengan sikap Eunchae.
‘gwenchana’
***
Hari – hari setelah Junhong pikir ia telah menyatakan perasaannya berlalu seperti biasa. Junhong menjalani hari – harinya yang penuh rasa sakit seperti sebuah rutinitas yang tak bisa ia tinggalkan. Ia bahkan tak mengerti kenapa perasaannya terus tumbuh meski hatinya terus terluka. Mungkin, memang terlahir untuk merasakan sakitnya cinta terlarang.
“Hy, Jun bagaimana kabarmu?”
“Junhong, aku membuatkan bento untukmu!”
“Junhong, aku punya 2 tiket show case B.A.P tapi aku tidak tahu harus menonton dengan siapa”
“Junhong, pergi denganku saja”
“Tidak, Junhong akan pergi denganku di festival bunga mawar siang nanti!”
“tapi Junhong sudah berjanji akan menemaniku berbelanja!”
Tapi paling tidak.. ada orang – orang yang akan memberinya cinta yang tidak akan ia dapatkan dari Eunchae. Junhong tersenyum miring menanggapi keributan yang terjadi tepat di depan matanya. Rasanya cukup menarik melihat para gadis memperebutkan dirinya. Yahhh mau bagaimana lagi? Junhong kan tampan, meski tabiatnya sedikit buruk nyatanya ia juga memiliki prestasi. Juga senyumnya yang mampu melelehkan para gadis dan sikapnya yang cuek nyata begitu perhatian. Siapa yang tak akan suka?
Choi Eunchae adalah satu – satunya jawaban yang paling tepat, mungkin gadis itu setuju dengan kelebihan – kelebihan yang dimiliki saudara kembarnya, tapi Eunchae mungkin satu – satunya orang yang tak memiliki perasaan seperti para gadis yang mengelilingi Junhong setiap pagi. Perasaannya jauh lebih besar, perasaan sebagai seorang kakak yang akan terus melindungi dan menjaga adik kembarnya. Choi Junhong.
Pelampiasan? Ya, anggap saja begitu. Para gadis itu hanya sebagai alat untuk melampiaskan emosinya.
Dalam permainan cinta, orang yang jatuh pertama adalah pecundang kan? – Spice, Kagamine Len-
“Junhong, jadi bagaimana?” tanya salah seorang gadis berambut pirang, pada name tagnya tertulis jelas namanya. Do Ahreum. Junhong masih ingat, dia gadis yang kemarin sempat mengajaknya pergi tapi Seul Ji justru menariknya lebih dulu. Dia gadis yang cukup manis.
Junhong memeringkan kepalanya, seolah – olah berpikir pada siapa ia akan pergi, matanya berkedip lucu membuat para gadis yang mengelilingi berdebar – debar. Antara kagum dengan kelaluan imut Junhong juga keputusan Junhong yang akan membuat kecewa. Sejenak Junhong melirik ke arah pintu kelasnya sembari berpikir.
“eummm, kurasa aku akan pergi dengan..Kau!” tunjuk Junhong pada Ahreum. Dan tepat seperti dugaannya lima diantara ke enam gadis itu memperlihatkan raut kecewa. seharusnya mereka beruntung, mereka pikir akan dapat apa kalau pergi Junhong? Petaka!
***
From : My Chaegom
Junhongie >.< apa aku ada di alam mimpi?! Kemarilah dan cubit pipiku >.<
Junhong memandang aneh layar ponselnya, sedikit tak mengerti dengan maksud pesan Eunchae. Bermimpi? Sekarang Eunchae sedang bermimpi? Kalau begitu, Junhong adalah bagian dari mimpi itu sendiri. Seandainya benar, mungkin saja pada dunia nyta Junhong adalah kekasih Eunchae dan bukan saudaranya. Tapi semisal ini benar adalah mimpi, maka Junhong tengah bemimpi di dalam mimpi Eunchae. Mimpi dalam mimpi, itu terdengar lucu.
To : My Chaegom
Benturkan kepalamu ke tembok 100 kali, kalau kau mati berati itu nyata :p

From : My Chaegom
Jahatnya -,- cepat kemari, aku sedang sangat senang >.< akan kubelikan kau roti melon 😀

To : My Chaegom
Dari dulu kau selalu pelit kalau sedang senang -____-, aku tidak akan cukup dengan roti melon

From : My Chaegom
JLEBBB ! -____- Itu bukan pelit tapi hemat, baiklah aku akan belikan apapun yang kau mau, aku di kantin sekarang 😀
Junhong tersenyum senang, paling tidak Eunchae akan membelikannya makanan hari ini. Jadi ia beranjak dan mulai melangkah ke kantin. Entah bagaimana bisa hatinya merasa berdebar – debar pada setiap langkah panjangnya. Ia bahkan tak sabar melihat senyum Eunchae kalau dia sedang senang. Ia yakin senyumnya akan lebih indah dari bunga terindah di dunia ini. Sepanjang perjalanan ia tersenyum sendiri seperti orang gila. Ya, tentu saja Junhong gila. Bahkan Juhong sudah gila sejak perasaannya muncul untuk kakaknya sendiri.
Tapi sayang, senyum itu pudar tatkala ia tak menemukan Eunchae di kantin. Apa gadis itu sedang mencoba menjahilinya? Samar – samar ponselnya berdering menimbulkan getar yang menggelikan. Pesan dari Eunchae.

From : My Chaegom
Hehehe, maaf aku pergi ._.v
Akan kubelikan kau minuman kaleng kesukaanmu dan oreo sepulang sekolah nanti 😀

Junhong mendengus kesal, membaca pesan Eunchae. Baru saja ia merasa begitu senang hanya karena Eunchae mengajaknya bertemu, tapi baru saja juga ia begitu mengesalkan bagi Junhong. Mungkin beginilah rasanya kecewa.
Biasanya Junhonglah yang membuat kecewa para gadis, tapi kali ini ia justru di buat kecewa oleh kakaknya sendiri. Menyebalkan !
Pada akhirnya Junhong berbalik, melangkah pulang ke arah kelasnya. Melewati kelas demi kelas. Tak ada yang menarik saat Eunchae telah membuatnya kesal, tapi satu pemandangan paling sial menjadi satu – satunya yang menarik.
Lab IPA dengan guru IPA – Yoo Youngjae- di dalamnnya lengkap dengan jas putihnya dan sesosok gadis yang menarik perhatiannya. Ya, Choi Eunchae. Dari penglihatannya mereka kelihatan berpelukan dengan Youngjae yang duduk di meja dan Eunchae yang berdiri di hadapan Youngjae. Tangan besarnya melingkar di pinggang Eunchae, dan Junhong mulai mengerti apa yang sebenarnya mereka lakukan saat Eunchae mengalungkan tangannya pada leher Youngjae dan menggerakkan kepalanya. Dan saat itulah hatinya luluh lantak karena orang yang sama.
‘kurasa aku mengerti maksud pesanmu’
Hancur, bahkan dunia terasa begitu kejam sekarang. Kenapa diantara milyaran manusia harus Junhong yang terpilih untuk menanggung takdir yang begitu menyakitkan? Kenapa dia harus merasa begitu sakit seperti ini? Padahal dari awal ia sadar bahwa ia tak akan mungkin bisa mendapatkan Eunchae kecuali hanya sebagai kakaknya saja. Ia bahka tahu jika suatu hari ia akan merasa begitu sakit. Tapi Junhong tak pernah menyangka hari itu telah tiba dan ia benar – benar tak siap menghadapinya. Sunguh ini sangat menyakitan melihat orang yang ia cintai tengah bercumbu.
***
Malam rasanya begitu panjang setalah jam sekolah berakhir, dunia rasanya begitu ramai bagi pemuda berambut silver yang melangkah gontai penuh emosi yang tak tahu harus ia lampiaskan pada siapa? Apa? Seks? Ia bahkan tak lagi bergairah melakukannya, bahkan jika Seul Ji mengajaknya lagi.
Setiap langkah dalam jalanan yang sepi dan gelap, di pikirannya hanya ada Eunchae yang menghancurkan hatinya. Setiap detik yang terbuang, hanya ada rasa sakit yang masih basah. Setiap kedipan matanya yang kosong, ia berharap untuk mati dan menunggu waktunya untuk terlahir kembali dan bertemu dengan Eunchae sebagai kekasihnya atau bahkan suaminya.
Moment demi moment terlintas begitu saja di pikirannya. Saat ia dan Eunchae masih begitu awam untuk mengenal dunia yang begitu kejam. Saat giginya baru saja tumbuh dan ia mencoba bercerita dengan Eunchae dengan bahasa alien yang hanya di mengerti mereka berdua saja. Saat Eunchae menangis ketika masuk TK karena laki – laki gendut yang menjahilnya dan Junhong datang sebagai pahlawan kesiangan. Saat Junhong menggerutu di kelas 1 karena ia tak bisa mengikat tali sepatunya dengan benar dan Eunchae memakaikan Junhong sepatu setiap pagi. Atau ketika mereka berdua di hukum di kelas 7 karena melompati tembok sekolah dan mengahabis waktu setiap sore untuk membersihkan kamar mandi. Juga ketika Eunchae membonceng sepeda Junhong 3 tahun belakangan ini. Hampir tak ada hari yang ia lalui tak bersama kakak kembarnya, tapi akhir – akhir ini.. ia bahkan kehilangan kakaknya sekarang.
***
Sementara Junhong mengatasi kegalauannya, Eunchae menunggu kedatangan Junhong dengan perasaan khawatir. Ini sudah lebih dari 4 jam sejak jam pulang sekolah, tapi Junhong tak kunjung mengetuk pintu rumah dan mengejutkannya. Itu membuatnya khawatir, terlebih karena ponselnya yang tak bisa ia hubungi.
Akhir – akhir ini semenjak kelas 12 Junhong memang sering pulang malam, tapi ia selalu mengabarinya via telepon. Jadi begitu Junhong benar – benar tak bisa di hubungi ia jadi sangat khawatir. Bagaimana jika terjadi sesuatu pada adiknya?
Di hitung – hitung, sudah hampir sepuluh kali Eunchae berpindah tempat dan melangkah kesana kemari lalu kembali lagi ke sofa. Kekhawatirannya pada Junhong membuatnya pusing 7 keliling sampai ia nyaris kehilangan waktu bersantainya.
“sebenarnya apa yang terjadi padamu?” gumam Eunchae dengan ibu jarinya yang ia gigit.
Lagi ia menoleh ke arah pintu, tapi sama saja. Tak ada suara ketukan. Pandangan beralih pada ponsel yang tergelatak di sofanya, beberapa detik setelah ia berpikir ia memutuskan untuk mengecek ponselnya, mungkin saja Junhong membalas pesannya. Tapi tidak, tak ada balasan dari Junhong.
Apa harus ia mengirim ulang pesannya? Ya, harus!
To : Junhong
Jun, where r you? Kau tak biasanya seperti ini. Apa kau marah padaku karna siang tadi? Aku mengkhawatirkannmu
***
Pagi baru saja datang saat pukul 12 malam baru saja berakhir, kenop pintu itu berputar tanpa suara ketukan seperti yang di harapkan Eunchae. Dan suara pintu yang sedikit berderit mengisi sepi bersaing dengan jangkrik, derap langkah itu terdengar pelan memasuki rumah yang memiliki banyak cerita bagi si kembar EunLo. Terang, seseorang pasti lupa mematikan lampunya sampai ia bisa lihat dengan begitu jelas Eunchae yang tertidur di sofa. Menunggunya?
Junhong nyaris tak yakin Eunchae menuggunya. Ia menghembus nafas pelan, harapan untuk tak melihat Eunchae sementara waktu pupus sudah, tapi untuk menghindarinya pun ia tak mampu. Dia benar – benar merasa bodoh sekarang, bagaimana ia bisa – bisanya mengatakan membenci Eunchae sementara tangan dan hatinya masih ingin meraihnya.
Junhong mendekat, bukan ia tak berniat menggendong Eunchae ke kamarnya, ia hanya ingin memandang Eunchae dengan jarak yang dekat. Junhong menunduk menatap lekuk – lekuk wajah kakaknya. Matanya yang terpejam seperti seorang putri, ia ingin mengecupnya, hidungnya yang tak terlalu mancung, juga bibir tipisnya yang telah tersentuh pria lain, apa boleh ia juga merasakannya sedikit? Pikirannya mulai kacau jika itu mengenai Eunchae. Semua emosinya bercampur menjadi satu malam ini. Hasrat ingin memilikinya muncul begitu saja sampai ia tak sadar tangan besarnya telah mencengkram bahu Eunchae dan membangunkannya.
“Ju-junhong?! Kapan kau pulang?!” kaget Eunchae, nafasnya nyaris tercekat ketika menyadari mereka berada di posisi yang salah. Junhong bahkan tak sadar sejak kapan ia menindih Eunchae seperti ini.
Junhong tak menjawab, hanya terus menatap Eunchae dan merasakan hembusan nafasnya yang menyapu kulitnya. Hangat, mungkin bisa membalut hatinya yang sedingin kutub?
“kau bisa menyingkir sekarang dan kau bisa cerita apa yang terjadi denganmu, kenapa kau mematikan ponselmu?” Eunchae mencoba melepas satu genggaman Junhong dan bangun dari tidur tapi dengan kasar Junhong mendorongnya sampai kepalanya membentur lengan sofa. Tatapannya tajam dan Junhong masih membisu tak mau bicara kecuali menatap Eunchae lekat – lekat.
“YA!! KAU INI KENAPA?!! KALAU KAU MARAH PADAKU KAU BISA BILANG! TAPI TAK PERL—“
“diam” kata – katanya tak terdengar menekan, hanya datar dan dingin tapi perlu untuk dituruti jika Eunchae masih ingin hidup. Sungguh, ia mulai takut dengan Junhong sekarang.
“Junh-“
“ada apa dengan bibirmu?” tanyanya pelan dengan telujuk Junhong yang memainkan bibir milik Eunchae.
Jantungnya berdebar begitu cepat saat ini, takut adalah satu – satunya perasaan yang ia kenal sekarang. Gadis itu bahkan tak berani menatap Junhong dan memilih mengalah sampai batas kesabarannya. Atau sampai ia mengetahui sebab Junhong menjadi menakutkan seperti petang ini.
“Chae..”
Tak ada jawaban, hanya ada Eunchae yang terus mengabaikannya bahkan sampai detik ini. Tapi malam ini, ia sama sekali tak bermaksud mengabaikan Junhong, ia hanya merasa takut. Tapi Junhong bahkan tak bersuara pun merubah posisinya, jujur saja ia merasa risih di pandang sedekat ini ditambah dengan posisi yang salah oleh adiknya sendiri. Sampai pipinya terasa basah seperti serintik hujan membasahinya, ia sadar itu bukanla air hujan melainkan air mata Junhong.
Kini matanya beralih menatap Junhong, wajahnya terlihat kacau dan hidungnya memerah dengan derai air mata yang mulai membanjir di pelupuk matanya. Melihatnya menangis, Eunchae jadi merasa ikut sedih. Ia yakin, Junhong tengah memiliki masalah yang besar sampai ia menangis.
“kenapa?”
Lagi – lagi tak ada jawaban, hanya ada sesenggukan kecil dari Junhong yang mengalihkan wajahnya dari Eunchae. Memalukan, kenapa Junhong harus menangis di hadapan Eunchae?
Tangan Eunchae terulur menggapai wajahnya lalu mengusap pipinya lembut, tiap air mata yang turun Eunchae menghapusnya dan menolehkan kepala Junhong sampai Junhong kembali menatapnya.
“katakan padaku, apa yang terjadi?”
“hanya pejamkan matamu saja dan aku akan mengatakannya” awalnya Eunchae tak mengerti kenapa ia harus memejamkan matanya, tapi pada akhirnya ia menurutinya.
“maaf”
Dalam gelap mendengar Junhong yang berujar maaf sungguh membuatnya bingung, ia benar – benar tak mengerti dimana letak kesalahan Junhong sampai ia berkata maaf.
Sampai waktu terasa berjalan begitu lambat, dan hatinya kembali berdebar – debar,kebingungannya berubah menjadi sebuah keterkejutan saat bibir Junhong menyentuh bibirnya dan kedua tangan Junhong menahannya. Ada niat ingin meronta namun luluh saat air mata Junhong kembali membasahi pipinya dan bibirnya yang terasa bergetar membuat Eunchae yakin Junhong menangis dalam ciumannya.
“aku bahkan tak mengerti kenapa aku sebegini gila” ujar pelan setelah melepas ciumannya. Eunchae masih memejamkan matanya, ragu untuk membukanya dan menatap Junhong.
“tapi aku juga tak bisa lari dari fakta bahwa aku juga mencintai kakak kembarku sendiri”
Hening.
Seolah butuh waktu untuk Eunchae memahami setiap kata yang Junhong katakan padanya. cinta? Sampai Memori tempo hari terulang begitu saja bagai film usang.
“seharusnya kau jadi tetanggaku atau temanku saja”
“eum.. itu.. eum y-y-ya, aku menyukaimu!”
“maaf” dan saat itulah Eunchae ikut menangis dalam diam. Untuk kali pertama dalam hidupnya, ia merasa sakit mendengar pernyataan cinta dari seorang pria. Perasaan kecewa itu muncul begitu saja memukul hatinya sampai ia membuka matanya dan menatap Junhong. Selama ini, apa kasih sayangnya di salah artikan? Selama ini, apa Junhong membohonginya?
Tapi mungkin satu hal yang tak terlintas di pikiran Eunchae, rasa sakit Junhong atas perasaannya yang ia pendam sedemikian lama nan rapi. Ia tak memikirkan sakitnya menepis perasaannya sendiri sementara setiap hari ia harus berhadapan dengan Eunchae. Ia tak tahu sakitnya Junhong ketika melihatnya bercumbu dengan pria lain. Ia tak tahu. Yang ia tahu hanya kecewa dan marah.
Plakk!!
Pada akhirnya sebuah tamparan adalah jawaban yang terasa begitu nyata dan pahit bagi Junhong. Ia sadar Eunchae tak mungkin bisa menerima perasaannya selain menjadi adik. Ia sadar.
“minggir” Junhong tersenyum miris menatap Eunchae yang begitu marah, detik berikutnya ia menuruti perkataan Eunchae dan turun dari sofa.
“mulai sekarang menjauhlah dariku sampai perasaan konyolmu itu lenyap” ujar Eunchae sadis lantas pergi meninggalkan Junhong. Rasa sakitnya bahkan belum terobati, tapi kini Eunchae telah menambah luka yang lebih dalam.
Salahkah Junhong merasakan cinta? Ya, memang cintanya terlarang, tapi apa salahnya sampai lukanya harus terasa sesakit ini? Rasanya seperti lukanya di tabur garam.
Tak apa, Junhong bisa menerimanya. Sekalipun sakit, ia akan terus menepis perasaannya seperti apa yang Eunchae inginkan. Karena terkadang cinta menyakitkan bukan?
***
8 tahun kemudian
Junhong berdiri diantara orang – orang yang berpakaian rapi dengan jas hitam dan para gadis yang mengenakan gaun anggun. Beberapa gadis menatapnya aneh karena pakaiannya yang terbilang salah kostum. Dengan kaos hitam kebesaran, jelana jins robek, sepatu kets yang nyaris butut, juga topi yang ia kenakan terbalik. Orang – orang berpikir ia salah masuk karena pakaiannya yang seperti akan menyanyikan lagu rapp. Tapi tidak, Junhong tidak salah. Di sinilah ia berada sekarang setelah 8 tahun memutuskan pergi entah kemana. Hari ini ia kembali, pada pernikahan kakaknya bersama Yoo Youngjae.
Cukup menyakitkan, tapi ia cukup bahagia jika kakaknya bahagia. Dengan hati berdebar, Junhong masuk dan melewati orang – orang yang masih betah membicarakannya. Berjalan mendekati panggung kecil tempat sepasang pengantin itu memamerkan kebahagian. Air matanya turun begitu saja menghentikan langkahnya yang hampir dekat. Ahh perasaannya belum tertata rapi selama 8 tahun ini.
“Junhong?!” seru Eunchae kaget tatkala ia menemukan Junhong berdiri di antara para tamu dengan mata yang berkaca – kaca. Dengan cepat ia turun menghampiri Junhong lantas memelukknya erat. Air matanya turun merasa kebahagian kini terasa begitu lengkap dengan kehadiran Junhong pada pesta pernikahannya.
“kau pergi kemana saja?! aku rindu bodoh!”
“kenapa kau menuruti perkataanku waktu itu?!” tanya Eunchae lagi dengan air mata yang masih berderai lantas melepas pelukannya.
Junhong tersenyum, kali ini bukan senyum yang di paksakan. Ia tersenyum mendengar Eunchae merindukannya. Kepergiannya selama 8 tahun tak sia – sia ternyata.
“aku sudah kembali” ujarnya, tatapannya matanya beralih pada seseorang yang berjalan di belakang Eunchae, Junhong tahu itu pasti gurunya yang sekarang menjadi saudara iparnya. Yoo Youngjae.
“kau apa kabar?” tanya Youngjae dengan sebelah tangannya yang meraih pundak Junhong.
“baik. Selamat atas pernikahanmu dengan kakakku hyung. Jaga dia baik – baik ya”
“Pasti” jawab Youngjae mantap lantas mengapit tangan Eunchae mesra.
Sekarang pemandangan seperti ini tak lagi menjadi pemandangan yang buruk baginya. Bukan karena Junhong tak lagi mencintai Eunchae. Puing – puing perasaan itu bahkan masih memenuhi ruang – ruang hatinya, tapi melihat Eunchae bahagia baginya itu cukup. Lagi pula Youngjae tak terlalu buruk.
Terkadang cinta tak harus memiliki kan?

END

Give me reviews plisss 😀

And thanks for read ^^

3 tanggapan untuk “SPICE !”

  1. duh kasian si junong~ tp klo emg yg jd suami youngjae sih susah yaa pilihannya lol aku tipe yg suka cowok lbh tua jd pasti pilihnya youngjae lol /pukpuk junong, jadi ade2an noona aja ya/ hahaha

    btw bagus kok, tpklo boleh komentar dikit pas nge paste di blognya agak di rapihin ya, enter dan jeda antara scene (?) satu ke scene lainnya biar lbh enak bacanya, klo di optionnya ada buat rata kiri/kanannya jg blh dipake biar makin rapi hehe overall, well done ^^

Tinggalkan komentar